Kamis, 13 Desember 2007

Kontribusi Operator Seluler dalam Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Pada abad ke dua puluh satu ini, industri telekomunikasi menjadi industri yang sungguh fenomenal. Perkembangan radikal industri telekomunikasi telah menjadikan ia –industri telekomunikasi- sebagai industri ketiga terbesar di dunia ini, di bawah industri perawatan kesehatan dan perbankan. Kalau pada tahun 1999 total asset yang dilahap oleh industri telekomunikasi global mencapai angka $ 748 billion lalu pada tahun 2000 menggelembung ke angka $ 1 trilliun, maka di tahun 2007 ini sudah berbiak lebih pada angka $ 2 triliun. Sebuah jumlah yang sungguh fantastis.

Perkembangan spektakuler dari industri telekomunikasi ini lantaran didukung oleh tiga hal pokok; liberalisasi pasar, deregulasi sektor telekomunikasi dan penemuan tehnologi baru, khususnya tehnologi komunikasi. Liberalisasi pasar menyebabkan perpindahan modal dari satu negara ke negara lain lebih leluasa. Bahkan dapat disebutkan tidak ada sebuah negara manapun di dunia ini yang mampu hidup ‘berdikari’ tanpa bantuan modal dari negara lain.

Sementara disisi lain deregulasi menjadikan aturan dalam industri telekomunikasi bersifat global. Artinya secara prinsip hampir semua negara mempunyai peraturan sama, walaupun eksekusi keputusan dalam industri telekomunikasi ini berada di tangan negara atau swasta. Sistem, strategi, tata cara dan tehnologi industri komunikasi yang relatif seragam semakin memperkuat aturan main dalam dunia ini.

Kemajuan tehnologi komunikasi sebenarnya faktor paling berpengaruh terhadap melajunya industri telekomunikasi. Sifat dari tehnologi yang tidak mengenal batas negara dan nir idiologi menjadikan tehnologi komunikasi memasuki wilayah-wilayah negara yang mana negara tersebut tidak mampu mencegahnya. Apalagi bentuk dari tehnologi komunikasi dan informasi yang tidak hanya bersifat nyata (benda) namun juga virtual. Dunia virtual memungkin setiap orang disetiap negara mempunyai hak sama untuk mengakses tehnologi komunikasi.

Indonesia dan Industri Seluler
Tanpa ingin terjebak ke dalam indoktrinasi yang sifatnya idiologis, harus diakui bahwa negara Indonesia merupakan sebentuk negara yang unik sekaligus berpotensi. Dengan 17.000 pulau yang membentang sepanjang lebih dari 5.000 kilometer serta dihuni oleh lebih dari 220 juta manusia, Indonesia merupakan emerging market yang amat potensial untuk digarap. Aneka macam industri mempunyai peluang untuk memasuki pasar Indonesia. Salah satu peluang terbesar adalah industri telekomunikasi.

Telekomunikasi akan menjadi panglima baru dalam menyatukan wilayah dan manusia Indonesia yang tersebar di berbagai pulau. Ketika idiologi –apapun alirannya- telah menjadi usang saat dijadikan alat pemersatu bangsa, maka telekomunikasi dapat dijadikan alternatif guna mempersatukan bangsa tanpa harus menghilangkan keanekaragaman yang dimiliki. Indonesia Baru dengan telekomunikasi sebagai panglima, menjadikan suku Batak tetap menjadi Batak, Bugis tetap Bugis, Jawa tetap menjadi suku Jawa, Tionghoa tetap suku Tionghoa dengan segala budaya dan adat istiadatnya yang mewujud menjadi manusia utuh, manusia Indonesia.

Sebagai alternatif ‘idiologi’ baru untuk mempersatukan bangsa, peran yang diharapkan dari sektor telekomunikasi sangat luas. Jaringan telepon akan memudahkan manusia-manusia berbeda suku dalam berinteraksi. Radio-radio yang berdiri di tiap kota, desa hingga daerah-daerah terpencil akan memberikan kesadaran kepada seluruh warga negara bahwa Indonesia merupakan negara serba plural dengan aneka atributnya. Sementara media televisi semakin mengukuhkan makna dari pluralitas tersebut. Tidak kalah penting dan justru yang paling fenomenal adalah hadirnya industri seluler (telepon genggam) yang dapat diperoleh dengan cepat dan semakin murah sehingga memudahkan komunikasi antar warga negara yang berdiam diseluruh pelosok tanah air

Begitu berperannya telekomunikasi (baca: industri seluler) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka menjadi wajar bila masyarakat menginginkan Indonesia memiliki basis industri telekomunikasi seluler yang kuat, sehat, solid dan profit. Disamping akan memberi pengaruh dalam kehidupan politik, juga akan berimbas besar pada sektor ekonomi. Bahkan dapat dikatakan imbasnya lebih kentara pada wilayah ekonomi. Idiom-idiom seperti industrialisasi, tehnologi, investasi, restrukturisasi serta profitisasi yang melekat pada sektor telekomunikasi adalah idiom yang lebih dekat ke wilayah ekonomi ketimbang politik. Namun politik dan ekonomi merupakan sekeping mata uang yang tak terpisahkan. Pembangunan ekonomi memungkinkan demokratisasi; kepemimpinan politik menjadikannya nyata.

Industri Seluler dan Daerah Tertinggal

Ketika industri telekomunikasi berbasis seluler bertumbuh luar biasa dan Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat gemuk, pertanyaan gugatan selanjutnya adalah, ”Bagaimana peran industri seluler ini bagi pembangunan negara?” Bahkan yang lebih spesifik lagi adalah ”Bagaimana kontribusi industri seluler dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal di negeri indah ini?” Pertanyaan gugatan ini perlu dimunculkan karena jangan sampai revolusi luar biasa dari industri seluler yang memberi banyak kemudahan bagi manusia hanya dinikmati oleh orang-orang perkotaan ataupun wilayah-wilayah lain di negeri ini yang disebut tidak tertinggal.

Sebagai gambaran, sampai awal Oktober 2007 ini di negeri tercinta 63 % dari total wilayah Indonesia masih tergolong daerah tertinggal. Atau bila memakai terminologi pemerintahan, masih tersisa 199 kabupaten yang masuk wilayah tertinggal. Dari sisa 199 kabupaten tertinggal tersebut, 28 kabupaten sudah naik statusnya menjadi ’maju.’ Namun pada sisi lain, justru 9 kabupaten merosot statusnya menjadi daerah tertinggal. Jadi total jendral daerah tertinggal adalah 180 kabupaten. Sebuah angka yang teramat tinggi untuk negeri Indonesia yang dikarunia sumber daya alam nan luar biasa.

Daerah tertinggal yang jikalau di peta diwarnai merah dan akhirnya menjadi mayoritas pada warna peta itu, wajib untuk segera dientaskan. Tidak mudah memang mengubah dari daerah tertinggal menjadi daerah maju. Diperlukan banyak pendekatan. Namun tak ayal lagi pendekatan pertama adalah kecakapan Sang Pemimpin (Bupati dan Gubernur) dalam mengelola wilayahnya. Sang Pemimpin ini yang akan menjadi lokomotif membawa gerbong daerahnya menuju daerah yang adil, makmur, gemah ripah loh jinawi, dan meminjam istilahnya almarhum Romo Mangunwijaya – semakin memanusiakan manusia penduduknya.

Tak dapat disangkal kecakapan Sang Pemimpin dalam mengelola wilayahnya perlu infrastruktur maupun suprastruktur yang memadai sehingga lokomotif tersebut bergerak maju membawa gerbong-gerbong kesejahteraan. Tiga infrastruktur berupa jalan raya, pelabuhan (bandara) dan tehnologi komunikasi merupakan hal yang wajib dibangun. Infrastruktur yang lain bisa menyusul belakangan.

Membangun infrastruktur bernama jalan raya dan pelabuhan (bandara) butuh investasi besar dan jangka waktu lama. Hal demikian berbanding terbalik dengan infrastruktur bernama tehnologi komunikasi yang relatif jauh lebih murah dan jangka waktu yang pendek. Terlebih lagi tehnologi komunikasi berbasis seluler. ’Cukup’ dengan membangun BTS dan tehnologi pendukung lainnya, telepon seluler sudah dapat beroperasi pada wilayah tersebut. Apalagi dukungan kemajuan tehnologi seluler yang berlari kencang. Tidak terlalu mahal bila pemerintah daerah tertinggal bersangkutan bekerjasama dengan operator seluler untuk membuka isolasi daerahnya dari dunia luar.

Sebagai gambaran sederhana, katakanlah daerah tertinggal bernama Kabupaten Lingga yang berada di Kepulauan Riau. Hanya sedikit masyarakat Indonesia yang tahu letak Kabupaten Lingga, apalagi bila tidak diembel-embeli Kepulauan Riau. Mungkin hanya masyarakat Kepulauan Riau yang tahu bahwa ada kabupaten bernama Lingga.

Untuk memajukan Kabupaten Lingga, tak salah lagi Sang Bupati beserta aparat terkaitnya harus mengenalkan Lingga kepada dunia luar. Jika masyarakat umum (terutama investor) tahu tentang Kabupaten Lingga beserta kekayaan alamnya yang amat berpotensi untuk dijadikan bisnis, tak ayal lagi pasti investor mau menanamkan uangnya untuk menggarap potensi yang ada. Cara terbaik, termudah dan tercepat untuk mengenalkan Kabupaten Lingga ini tak lain melalui kecanggihan tehnologi seluler.

Tehnologi seluler yang telah bermetamorfosis tidak sekedar untuk alat berkomunikasi lisan semata namun berkembang jauh memasuki ranah informasi lain dengan mudah akan mengirim informasi perihal Kabupaten Lingga. Web Kabupaten Lingga yang didesain entah di wilayah mana dapat terus di perbarui karena dari Kabupaten Lingga sudah bisa tersambung koneksi internet. Foto-foto terbaru maupun gambar-gambar potensi alam yang dimiliki Kabupaten Lingga dapat disebarkan keseluruh media massa yang ada di negeri ini melalui tehnologi 3G. Dus jika orang (investor) berkunjung ke Kabupaten Lingga dengan mudah dapat berkomunikasi dengan pihak luar karena koneksi seluler sudah merambah hampir semua wilayah Lingga.

Era sekarang adalah era komunikasi. Siapa atau wilayah mana yang melek dengan komunikasi dengan cepat akan bisa berkompetisi dengan orang atau wilayah lain. Infrastruktur tehnologi seluler yang dibangun di Kabupaten Lingga sehingga membuat melek warga Lingga akan komunikasi, dapat dipastikan Lingga akan dengan cepat mengejar saudara-saudaranya yang sudah maju. Batam, Bintan, Kepulauan Bengkalis yang merupakan tetangga dekat, dalam waktu relatif tidak lama bisa disamai kemajuannya oleh Kabupaten Lingga apabila Kabupaten Lingga bekerja sama dengan operator seluler membuka jaringan seluas-luasnya pada seluruh wilayahnya agar melek dan mudah berkomunikasi.

Gambaran dari Kabupaten Lingga ini dapat menjawab pertanyaan gugatan seperti pada tulisan terdahulu: ”Bagaimana kontribusi industri seluler dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal di negeri indah ini?” Ya, industri seluler dapat mempercepat pembangunan daerah tertinggal karena beberapa alasan:

Pertama, membangun infrastruktur tehnologi seluler relatif jauh lebih murah dan cepat dibanding membangun dua infrastruktur penting lainnya, yaitu jalan raya dan pelabuhan (bandara). Dengan kelebihannya, yaitu jaringan tanpa kabel, tehnologi seluler dapat melakukan penetrasi sampai ke pelosok-pelosok daerah yang tertinggal.

Kedua, perluasan pemakaian tehnologi seluler akan memudahkan masyarakat (investor) mengakses sebanyak-banyaknya potensi dari daerah tertinggal bersangkutan. Semisal salah satu daerah tertinggal di wilayah Papua yang berada di pedalaman, maka dengan fungsi-fungsi tehnologi seluler yang bisa untuk mengambil gambar, tersambung di kabel internet maupun fungsi lain dari 3G atau bahkan 3,5G maka pemerintah daerah tertinggal bersangkutan dapat dengan mudah menginformasikan hal-hal yang diperlukan masyarakat (investor) untuk melakukan aktivitas bisnis di wilayah tersebut.

Ketiga, tehnologi seluler mudah diperoleh dan mudah digunakan. Bahkan ada kecenderungan harga dari tehnologi seluler selalu menurun. Ditambah lagi tarif murah yang ditawarkan operator seluler, menyebabkan warga daerah tertinggal mampu untuk menggunakannya. Mudah dan murahnya berkomunikasi dengan pihak luar merupakan awal yang baik untuk keluar dari ketertinggalannya.

PT Excelcomindo Pratama (XL) sebagai pemain besar industri seluler dan merupakan salah satu pioner dalam memasyarakatkan seluler, mempunyai peluang besar untuk ikut memajukan daerah tertinggal di negeri indah ini. Apalagi jangkauan XL yang saban waktu bertambah luas dan selalu menggunakan tehnologi terbarukan. Pelosok-pelosok maupun pinggiran-pinggiran laut yang merupakan kantong-kantong dari daerah tertinggal di negeri ini akan dengan mudah dijangkau oleh XL. Dengan demikian percepatan pembangunan daerah tertinggal menemukan jalan keluarnya. Jika kelak daerah tertinggal semakin hilang dari peta negeri ini, peran XL akan tercatat dalam sejarah. Ya, XL tercatat dalam sejarah! Amin.


Tentang Penulis

A. M. Lilik Agung adalah Mitra Pengelola High Leap Consulting. Selain dipercaya menjadi Trainer di berbagai perusahaan ternama, alumnus UGM ini juga aktif sebagai Penulis di Majalah SWA, Harian Bisnis Indonesia dan juga Harian Kontan.

Tentang Lilik Agung

Tempat/Tgl. Lahir : Yogyakarta, 27 November 1970
Pendidikan Formal : Sarjana Ekonomi Manajemen -- UGM Yogyakarta
Phone/HP : (021) 5535723/0816-1442201

Pengalaman Kerja
o. 2007 – sekarang : High Leap Consulting (Mitra Pengelola)
o. 2006 - 2007 : Trikomsel (Training Manager )
o. 2000 - 2005 : Jansen Sinamo WorkEthos Training Center (General Manager/Instruktur)
o. 2000 - 2000 : Anugrah Argon Medica / Dexa Medica Group (General Affair Manager)
o. 1999 - 2000 : Jakarta Consulting Group (Strategic Service Coordinator) o. 1994 - 1999 : Super Indo Supermarket (Assistant Store Manager)

Pegalaman Mengajar
o. Membawakan pelatihan dan seminar untuk mahasiswa dan dosen di hampir semua universitas/akademi di Yogyakarta, diantaranya: Universitas Gadjah Mada, Universitas Atmajaya, Universitas Sanata Darma, Universitas Janabadra, Universitas Proklamasi, Universitas Negeri Yogyakarta (IKIP Yogyakarta), STIE Kerjasama, ASMI Santa Maria, Akademi YKPN, Akademi Desanta, dll o. Instruktur untuk perusahaan Charoen Pockphand Indonesia , Bank NISP, LG Electronic, Gajah Tunggal Group, PT Djarum Kudus, WOM Finance, R.S. International Bintaro, Interteknis Mandom Indonesia, Ria Engineering, Intraco Group, Capriasi Multinasional Sejahtera

Buku-Buku Karangan AM Lilik Agung
o. Strategi Bisnis; Marketing dan Manajemen
o. Membangun Bisnis yang Beradab
o. Jumping to the Next Curve; Transformasi PTPN 13 Menjadi Perusahaan Kelas Dunia
o. Tak-Tik Bisnis, Harian BERNAS

Aktivitas Penulisan
o. 1995 – sekarang : Kolomnis Tetap Tak-Tik Bisnis Harian Bernas, Yogyakarta
o. 1999 – 2001 : Kolomnis Tetap Komunikasi Bisnis, Harian Media Indonesia, Jakarta
o. 1997 – 1998 : Penulis Manajemen & Koperasi Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta
o. 1999 – 2000 : Penulis Bisnis Ritel, Harian Bisnis Indonesia, Jakarta
o. 2000 – sekarang : Penulis Majalah Manajemen, LPPM, Jakarta

Penghargaan
o. Lomba Karya Tulis Mahasiswa, UGM Yogyakarta
o. Lomba Penulisan Matahari Undian Satu Milyar
o. Cerpen Terbaik Festival Kesenian Yogyakarta